1. Kerajaan Indraprahasta
Kerajaan Indraprahasta terletak di Cirebon Girang atau
Cirebon Selatan, Kabupaten Cirebon sekarang. Kerajaan tersebut didirikan pada
tahun 285 Masehi oleh Maharesi Santanu sebagai negara bawahan
Salakanagara, yang berkuasa di Salakanagara saat itu adalah Prabu Darmawirya
Dewawarman VIII.
Kerajaan Indraprahasta didirikan oleh seorang resi dan
banyak pula raja-raja penerusnya merangkap sebagai resi atau guru. Begitu pula
Kerajaan Cirebon Islam, didirikan oleh ulama agung sekaligus negarawan besar
begitu pun para penggantinya. Jelasnya, Cirebon
sejak dahulu kalanya terbentuk oleh iklim religius yang kental dan militan
karena prajurit-prajuritnya yang gagah berani dan mahir berperang sering
diminta untuk membantu raja-raja lain. Orang Cirebon dikenal sebagai satu suku bangsa yang
cepat tersinggung dan introvert. Dikenal juga mempunyai kecenderungan ke arah
mistik dan asetik. Pada masa itu kekuasaan Islam dari segi geografis telah
menjadi super state dan dari keunggulan militer telah menjadi super
power. Lembaga pendidikan telah maju, jauh meninggalkan Eropa dibawah peradaban
Romawi dan Yunani. Kerajaan Indraprahasta berakhir pada saat pemerintahan Pabu
Wiratara yang dikalahkan Raja Sanjaya Harisdharma dari Kerajaan Mataram di Jawa
Tengah.
Sang Maharesi masih mempunyai pertalian kekeluargaan dengan
Sang Dewawarman VIII. Karena itu, Sang Maharesi santanu diizinkan mendirikan
desa di wilayah kerajaanya. Sang Maharesi Santanu membangun sebuah desa di tepi
kali Cirebon ,
yang diberi nama Indraprahasta. Gunung Ciremai yang berdiri di dekat daerahnya,
diberi nama Indrakila dan kali Cirebon
yang melewati daerahnya diberi nama Gangganadi. Di bagian alur sungai
diperlebar dan diperdalam sehingga mirip danau, dinamakan penduduk setempat
sebagai Setu Gangga (Danau Gangga). Di tempat itulah diadakan upacara mandi
suci, seperti kebiasaan di daerah asal Sang Maharesi Santanu lembah Sungai
Gangga India .
Reduplikasi semacam itu merupakan suatu pengabdian untuk mengenang tanah
kelahiranya.
Tidak mengherankan jika orang Cirebon
beranggapan bahwa Pandawa itu sebenarnya berkerajaan di Cirebon . Kerajaan Indraprahasta kemudian
berkembang menjadi kerajaan besar. Gelar Abhiseka Maharesi Santanu adalah
Praburesi Santanu Indraswasra Sakala Kretabuana, permaisurinya bernama Dewi
Indari putri Ratu Rani Spatikarnawarmandewi dan Prabu Darmawirya. Kerajaan
Indraprahasta diperkirakan berdiri tahun 285 – 747 Masehi atau 398 – 645 saka,
lokasi keratonnya terletak di Desa Sarwadadi Kecamatan Sumber (sekarang).
Wilayahnya meliputi Cimandung, Kerandon, Cirebon Girang di Kecamatan Talun.
Resi Santanu berasal dari lembah Sungai Gangga, datang ke pulau Jawa sebagai
pelarian setelah kalah perang melawan Dinasti Samudra Gupta dari kerajaan
Magada.
Maharesi Santanu adalah menantu dari Dewawarman VIII Raja
Salakanagara karena menikahi salah satu putrinya yaitu Dewi Indari sehingga
kedudukan Indraprahasta pada saat itu menjadi bawahan dari Salakanagara.
Salakanagara yang berlokasi di sekitar Pandeglang ini dinisbahkan
sebagai ‘Argyre’ atau kota perak yang
terdapat dalam catatan Claudius Ptolomeus, ahli geografi dari Alexandria .
Resi Santanu menikahi Dewi Indari putri bungsu Rani Spati
Karnawa Warmandewi, Raja Salakanagara yang ibukota kerajaannya di Rajatapura,
Pandeglang sekarang. Wilayah kerajaan Indraprahasta diperkirakan sebelah Barat
Cipunegara, sebelah Timur Sungai Cipamali, sebelah Utara Laut Jawa, sebelah
Selatan tidak ada catatan yang jelas. Raja-raja yang pernah berkuasa adalah
sebagai berikut.
Raja Indraprahasta yang pertama adalah Prabu Maharesi
Santanu Indraswara Sakala Kreta Buwana. Maharesi Santanu memerintah di
Indraprahasta sebagai raja yang pertama dari tahun 285 – 320 saka atau 398 –
432 M dengan gelar Prabursi Indraswara Salakakretabuwana.
Tampuk kepemimpinan Prabu Maharesi Santanu Indraswara
Sakala Kreta Buwana kemudian dilanjutkan oleh Prabu Resi Jayasatyanegara.
Jayasatyanagara memerintah dari tahun 320 – 343 saka atau 432 – 454 M. Pada
tahun 399 M, Jayasatyanagara harus mengakui kekuasaan Sri Maharaja
Purnawarman dari Tarumanagara, nama kerajaan baru dari Salakanagara
menjadi Tarumanagara yang diganti oleh Praburesi Jayasingawarman yang
menikahi putri sulung Ratu Rani Spati Karnawarmandewi yang bernama Dewi
Minati. Sejak ditaklukan oleh Sri Purnawarman, Indraprahasta menjadi
negara bawahan Tarumanagara. Dengan demikian, Indraprahasta menjadi kerajaan
bawahan Tarumanagara. Permaisurinya Permaisuri Jayasatyanagara bernama Ratna Manik
puteri Sang Wisnubumi, raja Malabar, di kaki Gunung Malabar Bandung Selatan
sekarang. Dari permaisurinya, Jayasatyanagara memperoleh putera bernama
Wiryabanyu, sebagai penguasa Indraprahasta ketiga. Sang Wiryabanyu adalah tokoh
yang menumpas pemberontakan Sang Cakrawarman di zaman pemerintahan Sri Majaraja
Wisnuwarman yang terjadi di Tarumanegara.
Resi Wiryabanyu. Wiryabanyu memerintah dari tahun 343 –
366 saka atau 454 – 476 M. Permaisuri Sang Wiryabanyu berasal dari kerajaan
Manukrawa (mungkin ditepi sungai Cimanuk) bernama Nilem Sari, yang kemudian
memperoleh seorang puteri bernama Suklawati dan dijadikan permaisuri oleh Sri
Maharaja Wisnuwarman, Raja Tarumanegara keempat. Di masa pemerintahannya,
Wiryabanyu membantu Wisnuwarman putra dari Purnawarman raja Tarumanagara
menumpas pemberontakan Candrawarman sehingga atas keberhasilannya, putri
Wiryabanyu yaitu Suklawati diperistri oleh Wisnuwarman dan prajurit-prajurit
Indraprahasta dipakai sebagai pasukan bayangkara Tarumanagara. Prabu Resi
Wiryabanyu merupakan mertua dari Prabu Wisnuwarman. Prabu Wama Dewaji
memerintah dari tahun 366 – 393 saka atau 476 – 503 M. Ketika di Tarumanagara
terjadi huru hara perebutan kekuasaan antara Wisnuwarman pewaris tahta
dan Cakrawarman adik Sri Purnawarman, Prabu Wiryabanyu turut serta
menumpas pemberontakan Cakrawarman.
Prabu Raksa Hariwangsa. Raksa Hariwangsa merupakan raja
Kerajaan Indraprahasta keempat yang memerintah mulai tahun 393 – 429 saka atau
503 – 538 M dengan gelar Abhiseka Prabu Raksahariwangsa Jayabhuwana. Yang
menjadi permaisurinya putri dari raja Sanggarung dan memiliki putri yang
bernama Dewi Rasmi. Dewi Rasmi bersuamikan Tirtamanggala putra kedua dari raja
Agrabinta.
Dewi Rasmi bersama suaminya yang bergelar Prabu
Tirtamanggala Darmagiriswaradinobatkan menjadi Raja Indraprahasta menggantikan
Prabu Raksa Hariwangsa. Ia memiliki dua orang putra, yakni Astadewa dan
Jayagranagara. Setelah Dewi rasmi, Indraprahasta dipimpin oleh Prabu
Astadewa sebagai raja keenam yang mewarisi tahta Indraprahasta sejak tahun
448 – 462 saka atau 556 – 570 M dan berputra Rajaresi Padmayasa. Meskipun
Astadewa memiliki putra yang bernama Rajaresi Padmayasa, namun kepemimpinan
Inraprahasta diserahkan kepada Prabu Senapati Jayanagranagara.
Jayagranagara yang merupakan adik Astadewa sebagai raja Indraprahasta ketujuh
yang berkuasa dari tahun 462 – 468 saka atau 570 – 575 M.
Rajaresi Padmayasa merupakan putra dari Astadewa
menjadi Raja Indraprahasta yang kedelapan. Masa pemerintahannya sebagai raja
Indraprahasta berlangsung cukup lama, sejak tahun 468-512 saka atau 575-618 M
dan berputrakan Andabuwana. Prabu Andabuwana. Andabuwana sebagai Raja
Indraprahasta kesembilan juga berkuasa cukup lama, menggantikan posisi ayahnya
menjadi raja Indraprahasta sejak tahun 512 – 558 saka atau 618 – 663 M.
Prabu Wisnu Murti. Wisnumurti mewarisi tahta kerajaan
Indraprahasta dan memerintah mulai tahun 558 – 583 saka atau 663 – 688 M. Putri
Wisnumurti yang bernama Dewi Ganggasari diperistri oleh Linggawarman, Raja
Tarumanagara XII. Raja Indraprahasta selanjutnya adalah Prabu Tunggul
Nagara. Tunggulnagara diangkat sebagai penerus Wisnumurti untuk menduduki
jabatan raja Indraprahasta keduabelas sejak tahun 583 – 629 saka atau 688 – 732
M. pada masa itu ekspedisi-ekspedisi damai Islam sudah sampai di Asia Tenggara
khususnya Indonesia dan sampai ke China. TW. Arnold
mengidentifikasikan Islam masuk ke Indonesia tahun 674 M.
Prabu Resi Padma Hariwangsa. Sang Padmahariwangasa yang
menjadi pendukung utama perebutan kekuasaan di Galuh yang dilakukan oleh Sang
Purbasora adalah raja ke-13 Indraprahasta. Resi guru Padma Hariwangsa menjadi
raja Indraprahasta menggantikan kedudukan Tunggul Nagara mulai tahun 629 – 641
saka atau 732 – 744 M. Anak-anak Padma Hariwangsa yaitu, Citrakirana yang
diperistri oleh Purbasora (Sang Purbasora hanya mengulang kisah Sri Maharaja
Wisnuwarman, membentuk pasukan bayangkara dari prajurit-prajurit Indraprahasta.
Pasukan tersebut berada langsung dibawah komando Patih Senapati Bimaraksa.
Sang Purbasora mengadakan kesiagaan dan kewaspadaan, ia
memperhitungkan kemungkinan Sang Sena yang lolos ke Jawa tengah, akan
mengadakan serangan balasan, dengan mempergunakan kekuatan pasukan Bumi Mataram
dan Bumi sambara. Sang Purbasora menyadari dengan merebut tahta Galuh dari Sang
Sena berarti hubungan Galuh-Kalingga yang pernah dibina oleh kakeknya (Sang
Wretikandayun) menjadi terputus, bahkan menjadi permusuhan. Sebenarnya yang
membakar Sang Purbasora untuk merebut Tahta Galuh adalah permaisurinya
Citrakirana. Permaisuri ini pula yang membujuk ayahnya, Rajaresi
padmahariwangsa untuk membantu upaya suaminya menjadi penguasa galuh.
Sang Purbasora, seharusnya menjadi penguasa Indraprahasta
bersama-sama isterinya yang menjadi puteri mahkota. Akan tetapi raja
Indraprahasta yang sudah tua itu melihat kepentingan lain. Bila menantunya
(sang Purbasora) menjadi penguasa Galuh, puteranya Sang Wiratara mempunyai
peluang menjadi penguasa Indraprahasta yang ke-14. Peluang tersebut memang
terjadi, Sang Wirata dinobatkan menjadi pengganti ayahnya pada tahun 719 M.
Sang Sanjaya mengetahui bahwa tulang punggung yang dijadikan andalan
keberhasilan gerakan Sang Purbasora ialah pasukan Kerajaan Indraprahasta. Sang
Sanjaya menganggap bahwa Indraprahasta merupakan sumber petaka yang menimpa
ayahnya.
Sang Sanjaya sangat menghormati ayahnya lebih-lebih setelah
ia mengethui bahwa para pemuka agama seperti Rabuyut Sawai pun sangat
menghormatinya. Dengan dendam membara Sang Sanjaya menggerakan pasukannya ke
Indraprahasta yang terletak dilereng Gunung Ciremai Cirebon. Keamanan di Galuh
untuk sementara dipercayakan kepada Patih Anggada bersama sebagian pasukan
sunda yang dipimpinnya. Sang Wirata raja Indraprahasta ketika itu ikut
menggempur Galuh, berperan sebagai salah seorang senopati Sang Purbasora. Ia
harus menerima pembalasan dendam putera Prabu Sena. Seluruh kerajaan
Indraprahasta ditundukan, termasuk keratonnya hancur lantak, seakan-akan tidak
pernah ada kerajaan didaerah Cirebon Girang. Angkatan Perang, pembesar
kerajaan, seluruh golongan penduduk, penghuni istana, kaum terkemuka, hamper
seluruhnya binasa tanpa sisa. Hanya beberapa orang yang berhasil melarikan
diri, bersembunyi dihutan, digunung, dan disungai, luput dari musuh yang tidak
mengenal belas kasihan. Pada masanya Kekhalifahan Bani Umayah terus menerus
mengirimkan ekspedisi-ekspedisi dagang dan dakwah ke negeri-negeri timur, yakni
China dan sekitarnya
termasuk ke Indonesia
khususnya Sumatera dan Jawa waktu itu juga sudah terkenal. Putri Prabu Padma
Hariwangsa yang bernama Citra Kirana dinikahi oleh Purbasora putra Maharesi
Sempakwaja dari kerajaan Galungung.
Prabu Wiratara. Wiratara yang meneruskan tahta
Indraprahasta sebagai raja yang keempat belasdan Ganggakirana yang suaminya
menjadi Adipati Kusala dari kerajaan Wanagiri bawahan Indraprahasta. Wiratara
yang bergelar Prabu Wiratara dan memerintah dari tahun 641 – 645 saka atau 744
– 747 M. Prabu Wirataralah yang membantu dan mensponsori Purbasora untuk
merebut kekuasaan Galuh dari Prabu Sena. Sehingga pada tahun 645 saka atau 747
masehi, Sanjaya pendiri kerajaan Mataram Kuno putra dari Prabu Sena yang
beribukan Sannaha menuntut balas atas kematian ayahnya.
Setelah Galuh
diobrak-abrik dan ditaklukan, Sanjaya memutuskan untuk menumpas juga para
pendukung Purbasora terutama Indraprahasta. Pada tahun ini Indraprahasta
diserbu oleh Sanjaya sehingga Indraprahasta yang didirikan sejak jaman
Tarumanagara akhirnya diratakan dengan tanah seolah tidak pernah ada kerajaan
di situ. Prabu Wirata Raja Indraprahasta ke-14, gugur dalam pertempuran dan
seluruh anggota keluarganya binasa. Kerajaan warisan sang Maharesi Sentanu yang
didirikan tahun 363 Masehi itu lenyap dari muka bumi (Indraprahasta sirna ing
bhumi). Kedudukannya sebagai Darmasima (Negara mereka yang dilindungi sebagai
Negara leluhur) telah berakhir. Bekas kawasan Indraprahasta oleh sang Sanjaya
diserahkan kepada Adipati Kusala Raja wanagiri, menantu Sang Padmahariwangsa
suami Ganggakirana. Kerajaan Wanagiri pengganti kerajaan Indraprahasta di bawah
kekuasaan Kerajaan Galuh. Pada abad ke-15 Masehi kerajaan Wanagiri menjadi
Kerajaan Cirebon Girang.
0 komentar:
Posting Komentar